SELAMAT DATANG DI BEM STISIPOL DHARMA WACANA METRO,LAMPUNG

Rabu, 31 Desember 2014

Kembali ke Fitrah Manusia


Lanjutan Kampaye Menulis,,,,,,,,Oleh Mahasiswa STISIPOL Dharma Wacana Metro ( tidak mau disebutkan namanya )
Lho, katanya pada postingan Kemaren, judul postingan selanjutnya adalah menulis semudah menumpahkan air, kok sekarang judulnya Kembali ke Fitrah Manusia, wah tidak konsekuen.
Hehehe, tenang, setelah saya pikir-pikir saya berkesimpulan ini dulu yang harus saya tulis. Untuk judul atau tulisan Menulis Semudah Menumpahkan Air, tetap akan saya posting setelah tulisan ini. Tapi, narsis ndak ya judul tersebut, Kembali ke Fitrah Manusia? Kayak judul ceramaah agama ya. Tapi ndak papa lah. Namanya juga manusia pasti pinginnya juga kembali ke fitrahnya.
Begini, menulis merupakan keterampilan yang membutuhkan kerja otak. Sebagaimana diketahui bahwa otak terbagi menjadi dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri. Otak kanan bersifat spontan, penuh kebebasan dan tanpa aturan. Sedangkan otak kiri bersifat sistemtais, runtut, penuh pertimbangan dan njlimet.
Secara fitrah, setiap manusia akan menggunakan otak kanan dulu baru otak kiri, dalam hal apapun. Mari kita renungkan diri kita. Ketika ada teman Anda yang tulisannya banyak dimuat dalam sebuah buku, atau ebook online, pasti hati Anda juga pingin kan? Pingin agar tulisan Anda juga dimuat dalam buku yang diterbitkan. Terkadang keinginan itu begitu kuat mendesak. Nah, pada tataran ini sebenarnya yang bekerja adalah otak kanan kita. Tapi kemudian dalam beberapa detik kemudian hati kita terus bertanya, mana mungkin, apa bisa, ah… sulit nampaknya, saya kan baru belajar menullis, tentu sangat sulit ….dst. Nah, pada tataran ini otak kiri kita yang bekerja. Sehingga kemudian kita hanya berhenti di sini.
Gambaran lain, coba bayangkan ketika Anda melihat barang yang bagus di sebuah mall tentu hati Anda ingin segera memiliki barang tersebut saat itu juga, saat Anda melihat barang tersebut. Tapi kemudian otak kiri Anda akan bekerja, mungkin karena kebutuhan anda saat itu banyak, kondisi keuangan belum memungkinkan, ada barang lain yang harus diprioritaskan dan sebagainya. Akibatnya, Anda tidak jadi membeli barang tersebut.
Demikian juga dalam menulis. Pada dasarnya menulis merupakan pembagian tugas antara otak kanan dan otak kiri (meminjam kalimat Jonru, pemilik SMUO, Sekolah Menulis Online).
Mari kita telusuri otak kita dalam menulis.
Bagi pemula (seperti saya, karena belum ada karya saya yang diterbitkan, kalau ada pasti bersama dengan penulis lain), saat jari sudah di atas keyboard dan mulai memejet tombol-tombol huruf , sering terjadi kemacetan. Kemacetan itu bisa disebabkan karena bisikan-bisikan dalam diri kita. Seperti, ah kok jelek sekali ya, jangan-jangan nanti ndak dibaca orang, tema ini jangan-jangan sudah banyak yang nulis, ah males, sulit, dari awal saja sudah begini, nampaknya saya ndak bakat deh menulis. Bisikan-bisikan itu sering menyebabkan kita kemudian menutup komputer dan meninggalkan aktivitas menulis yang baru akan kita mulai. Dengan kata lain, banyak pemula yang lebih banyak mendahulukan otak kirinya dalam menulis dan menelantarkan otak kanannya. Akibatnya ia tidak jadi menulis karena banyak pertimbangan-pertimbangan yang memenuhi otak kirinya dan tragisnya akan menanamkan sikap takut untuk menulis.
Karenanya, bagi pemula terapkan kerja otak kanan dulu baru kemudian otak kiri. Mulailah menulis apapun yang Anda ingin tulis dan apapun yang melintas di pikiran saat menulis. Bahkan kemacetan saat menulis pun, bisa langsung Anda tuliskan. Pokoknya tulis dan tulis. Jangan pernah berhenti sebelum Anda memang benar-benar ingin berhenti, artinya jangan berhenti menulis kalau hanya karena pikiran anda tiba-tiba blank untuk melanjutkan tulisan. Tapi tetaplah menulis. Lho apa yang harus ditulis? Ya, apa yang melintas saat pikiran kita blank itu.
Nah ketika otak kanan kita sudah selesai bekerja (menulis spontan, menulis apa saja yang akan kita tulis) baru kemudian pada saat yang lain kita baca-baca ulang tulisan kita dan mulailah kita menggunakan otak kiri kita. Ngecek bahasanya, keruntutan kalimat dan paragraf, mencarikan hal-hal yang harus dilengkapi dan sebagainya.
Pada tahapan ini sebenarnya kita sudah melakukan dua hal, yaitu membuat draft (kerja otak kanan) dan kemudian mengedit atau menyunting naskah hasil kerja otak kanan (pada tahapan ini otak kiri yang kita fungsikan)
Jika ini selalu dan selalu kita lakukan, suatu saat nanti pola pikir kita dalam menulis pasti akan terbentuk, sehingga kita bisa langsung menulis dengan mengoptimalkan langsung otak kiri kita.
Lho, kok tulisan ini nggak nyambung dengan judulnya ya? Ah, apa iya? Kalau iya gak papalah… pokoknya nulis dan nulis. Kalau ndak nyambung dengan judulnya ya nanti dicarikan kabelnya biar bisa nyambung. Tapi yang jelas bagi pemula, saat mau menulis, gunakan otak kanan dulu… baru ikuti dengan otak kiri atau kembalilah kepada fitrah manusia (hixhixhixhix….terakhir nyambung, kan… dah dicarikan kabelnya)









sumber: http://taufikibrahim.wordpress.com/info/buat-guru/tips-menulis-artikel/

Kampanye Menulis


Kampaye Menulis Oleh Mahasiswa STISIPOL Dharma Wacana Metro
Menulis: Antara Bakat dan Keterampilan
Menulis. Banyak orang yang merasa kesulitan mempraktikkan kegiatan ini. Mereka beralasan menulis terkait dengan bakat. Tidak akan bisa menulis kalau memang seseorang tidak mempunyai bakat menulis. Sia-sia saja melakukan kegiatan ini bagi mereka yang tidak berbakat. Tetapi benarkah begitu? Benarkah, Anda yang mempunyai keinginan menjadi penulis tidak akan bisa menulis kalau memang tidak mempunyai bakat? Kita bahas dan buktikan.
Menulis dalam domain bahasa adalah salah satu bentuk keterampilan, yakni keterampilan menulis. Sebagai sebuah keterampilan, ia akan bisa dikuasai oleh siapa saja yang memang benar-benar berlatih. Kuncinya rajin berlatih, maka Anda akan menjadi seorang penulis yang baik.
Lalu berapa lamakah berlatih? Dan apa yang perlu dilatihkan atau dilatih?
Berkaitan dengan lama berlatih, perlu dipahami bahwa menulis adalah aktivitas yang harus dilakukan setiap saat. Tidak ada kata berhenti untuk menulis bagi yang ingin jadi penulis. Bahkan, bagi yang sudah senior pun mereka harus tetap melatih diri dan mengembangkan terus kemampuannya. Ini berarti kalau dalam batas waktu tertentu Anda sudah merasa bisa menghasilkan tulisan yang bagus bahkan tulisan Anda sudah dipublikasikan diberbagai media, Anda pun harus tetap berlatih, harus tetap menulis.
Lalu, apa yang mesti dilatihkan?
Lho, kok ditanyakan, yang dilatihkan ya jelas menulis to. Mosok mau bisa menulis yang dilatihkan memasak. Ada-ada aja sampeyan. Kalau tanya tentang materi apa yang mau ditulis ya, semua materi yang ada dipikiran Anda. Jangan menulis materi yang dipikiran orang lain. Terus jangan paksakan juga Anda meniru gaya menulis orang lain sebab Anda pasti akan kalah. Tidak bisa melebihi yang Anda tiru. Lalu? Ya, pokoknya menulis aja. Ok, kita lanjut di postingan selanjutnya, nanti ndak terlalu panjang dan Anda ndak mau membaca. Tapi saya kasih bocorannya, postingan berikutnya, mau tak kasih judul, menulis semudah menumpahkan air.






sumber :
http://taufikibrahim.wordpress.com/info/buat-guru/tips-menulis-artikel/

Selasa, 30 Desember 2014

TERDAKWA KORUPSI DIBERI KADO "HORMAT" OLEH KEMENDAGRI???


Oleh Embang Sawalian 
Mahasiswa STISIPOL Dharma Wacana Metro
Edisi: Selasa, 30 Desember 2014 

Ironis!! sebuah ungkapan yang harus saya ucapkan, kenapa?? karena ditengah-tengah semangat untuk memerangi korupsi oleh para penegak hukum di Indonesia seperti KPK, Jaksa, dan Para Pegiat anti korupsi lainnya, Kementrian Dalam Negeri ( KEMENDAGRI ) yang dipimpin oleh Menteri Tjahjo Kumolo, membuat sebuah keputusan " aneh " yaitu memberhentikan terdakwa korupsi Rahmat Yasin dari jabatan Bupati Bogor “ Dengan Hormat”.  sebuah keputusan yang kontroversial dan baru pertama kali terjadi keputusan seperti ini, karna ini merupakan kado pahit bagi penegakan hukum di Indonesia, perlu diketahui bahwa pemberhentian secara hormat bagi terdakwa korupsi berarti hak-hak terdakwa tetap terpenuhi seperti uang pesiun, fasilitas, dan berbagai hak yang lainnya, ini menandakan Kementrian Dalam Negeri tidak peka, tidak ada itikad baik, dan seolah-olah "merestui" terdakwa untuk melakukan tindakan korupsi, bagaimana tidak semenjak kepetusan itu dibuat, banyak pihak yg memprotes.




Editor : Eko Sudarmanto

Cari Blog Ini